Creeping eruption, cutaneous larva migrans, cacing di kulit

2.1 Definisi
      Creeping eruption adalah kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang bermigrasi di dalam kulit.2

2.2 Epidemiologi
      Penyakit ini terdapat di seluruh daerah tropis, subtropis, yang memiliki suhu hangat dan lembab misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, di Eropa Utara selama musim panas, dan juga termasuk Indonesia.2,7 Creeping eruption cenderung terjadi pada anak-anak, petani, tukang kebun, dan orang-orang yang sering berenang di laut.7,8

2.3 Etiologi
      Penyebab utama creeping eruption adalah larva cacing tambang pada binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum.2 Ancylostoma braziliense merupakan penyebab terbanyak di Amerika Selatan, Amerika Serikat dan berbagai daerah tropis lainnya.7 Di Asia Timur umumnya disebabkan oleh gnatostoma babi dan kucing. Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloides sterconalis, Dermatobia maxiales dan Lucilia caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly. 2
      Nematoda atau cacing dewasa hidup pada hospes, yaitu pada anjing atau kucing. Telur cacing dikeluarkan bersama dengan kotoran binatang, karena kelembaban akan menetas menjadi larva rabditiform, selanjutnya akan berubah menjadi larva filariform yang mampu mengadakan penetrasi ke kulit.2,6
     

   
    Gambar 2.1 Siklus hidup Ancylostoma spp.9

2.4 Patogenesis
      Penularan terjadi karena individu kontak dengan tanah lembab yang terkontaminasi kotoran anjing, atau kucing yang telah mengandung larva cacing tersebut. Larva mengadakan penetrasi ke kulit manusia. Keadaan ini dapat menetap selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan atau langsung menjalar dan menimbulkan garis seperti benang yang berjalan, dan agak meninggi.7 Larva ini tinggal di kulit dan bermigrasi sepanjang dermoepidermal, setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala kulit.2 Larva ini tidak dapat mengadakan penetrasi ke dermis manusia, maka tidak dapat terjadi siklus hidup yang normal. Manusia merupakan hospes yang tidak tepat bagi larva tersebut, sehingga larva akhirnya akan mati. Pada hospes binatang yang tepat, siklus hidup larva tersebut mirip dengan siklus hidup cacing tambang pada manusia. Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga dari siklus hidupnya.6

      Gambar 2.2 Larva dalam kulit10

2.5 Gejala Klinis
      Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi bebentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2–3 mm, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi berupa papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada dikulit selama beberapa jam atau hari. Perkembangan selanjutnya papul merah ini akan menjalar seperti benang, berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa sentimeter.2 Lesi yang lama akan mengering membentuk krusta. Sejumlah besar larva dapat aktif pada saat yang sama dengan disertai pembentukan serangkaian lesi yang berputar-putar dan berliku-liku.7
      Larva bergerak sepanjang beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dalam sehari, dan berada di bagian depan lesi. Migrasi larva biasanya terbatas pada daerah yang relatif kecil, tapi kadang dapat bermigrasi lebih jauh . Sepanjang garis lesi sering terdapat vesikula, dan rasa gatal. 7
      Migrasi akan berhenti setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan. Penyakit ini bersifat self limiting karena manusia merupakan hospes terakhir sampai larva tersebut akhirnya mati. Perkiraan mengenai lamanya penyakit secara alamiah sangat bervariasi, tergantung spesies larva, tetapi umumnya tidak diketahui. Beberapa lesi menetap selama beberapa bulan. 7
      Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan paha, juga di bagian tubuh dimana saja sering kontak dengan tanah tempat larva berada.2
2.6 Diagnosis
      Diagnosis ditegakkan berdasarkan bentuk kelainan yang khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, kemerahan,  menimbul dan terdapat papul atau vesikel di atasnya.2 Dengan biopsi biasanya kurang mempunyai arti karena larva sulit ditemukan.7 Pada pemeriksaan darah kadang dapat terjadi hipereosinofilia atau peningkatan imunoglobulin E.3




     Gambar 2.3 Creeping eruption pada kaki
 

      Gambar 2.4 Creeping eruption pada bokong

       Gambar 2.5 Creeping eruption pada badan

       Gambar 2.6 Creeping eruption pada kaki

2.7 Diagnosis Banding
      Gejala klinis creeping eruption dapat didiagnosis banding dengan beberapa penyakit dibawah ini :
1.      Skabies
      Merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya. Terowongan pada skabies dapat menyerupai terowongan pada creeping eruption. Tetapi terowongan yang terbentuk pada skabies berbentuk garis lurus, sedangkan pada creeping eruption berkelok-kelok dan lebih panjang.2 Tempat predileksinya biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah.12

                                                                           Gambar 2.7 Skabies.13

2.      Dermatofitosis
      Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Dermatofitosis dapat mengenai seluruh bagian tubuh, dengan gejala klinis gatal, kelainan berbatas tegas, terdiri atas bermacam-macam efloresensi kulit (polimorf), bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda peradangan) daripada bagian tengah.14 Dermatofitosis dapat menyerupai creeping eruption dari bentuk polisikliknya.2

                                                           Gambar 2.8 Dermatofitosis.15

3.      Insects bite
      Insects bite merupakan lesi yang disebabkan oleh sengatan atau gigitan serangga. Gejala klinis berupa reaksi inflamasi lokal seperti eritem, edem setempat, urtika kemudian dapat menjadi papul, vesikel dan pustula steril.16 Lesi awal pada creeping eruption yang berupa papul sering diduga sebagai insects bite.2

                                                              Gambar 2.9 Insect bite.17

4.      Herpes zoster
      Herpes zoster merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Gejala klinis biasanya diawali oleh gejala prodromal. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang eritematous dan edem.18 Bila invasi larva pada creeping eruption terjadi secara multipel dan serentak, papul-papul pada lesi dini dapat menyerupai herpes zoster.2
                                                           Gambar 2.10 Herpes zoster.19

2.8 Komplikasi
      Komplikasi yang dapat terjadi pada Creeping eruption antara lain:
a.       Infeksi sekunder
Adanya rasa gatal di sepanjang lesi menyebabkan penggarukan yang mengakibatkan terjadinya infeksi sekunder.7 Biasanya disebabkan oleh Streptococcus pyogenes. Dapat diobati dengan antibiotik topikal. 20
b.      Sindrom Loeffler
Merupakan suatu gangguan pada sistem respirasi sementara yang disebabkan oleh infeksi larva cacing, ditandai dengan batuk, dispnea, demam, eosinofilia, dan adanya gambaran infiltrat di paru-paru pada pemeriksaan rontgen torak. Biasanya terjadi pada infestasi yang berat, atau pada creeping eruption yang disebabkan oleh larva cacing Strongyloides sterconalis. Bersifat self limited, gejala akan menghilang dalam 3-4 minggu. 7, 21

                                            Gambar 2.11 Infiltrat pada paru-paru.21


2.9 Penatalaksanaan
2.9.1    Penatalaksanaan umum
Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:  
a.   Sebaiknya masyarakat di daerah endemis meningkatkan kebersihan lingkungan. 20
b.   Menggunakan alas kaki untuk mencegah penetrasi larva ke dalam kulit. 20
c.   Tidak membiarkan anjing atau kucing berkeliaran dan memberikan pengobatan pada binatang yang terinfeksi cacing tambang, yaitu dengan pemberian antelmintik seperti fenbendazol, dan ivermektin. 5,22

2.9.2    Penatalaksanaan khusus
a.      Pengobatan sistemik
Pengobatan secara sistemik diberikan untuk lesi yang luas atau yang gagal dengan pengobatan secara topikal. Creeping eruption dapat diobati dengan antelmintik secara  oral. 20Beberapa antelmintik yang efektif untuk mengobati Creeping eruption antara lain :
1.Tiabendazol (Mintezol)
         Merupakan drugs of choice (DOC) untuk Creeping eruption. Bekerja dengan menghambat enzim fumarat reduktase larva, dan menghambat ambilan glukosa oleh larva sehingga menyebabkan kematian larva. 20
         Dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah 25-50 mg/kgBB/ hari dua kali sehari, selama 2-5 hari. Untuk anak-anak diberikan 25-50 mg/kgBB/hari dua kali sehari, maksimal 3 gram sehari. 20 Bila masih ditemukan lesi aktif, selang dua hari kemudian dapat diberikan lagi satu kuur pengobatan.23
         Obat ini kontra indikasi untuk anak-anak dengan berat badan kurang dari 15 kg, gangguan fungsi hati atau ginjal dan pasien yang hipersensitif. Efek samping yang ditimbulkan dapat berupa anoreksia, mual, muntah, diare, sakit kepala, nyeri epigastrium dan rasa kantuk. 23
         Tiabendazol tersedia dalam bentuk sediaan tablet 500 mg dan sirup berisi 100 mg/ml, tapi sulit didapat kan dipasaran. 23


2. Albendazol
         Merupakan antelmintik berspetrum luas yang bekerja dengan cara memblokir pengambilan glukosa oleh larva, sehingga glikogen menurun dan pembentukan ATP berkurang, akibatnya larva akan mati. 23
         Albendazol tersedia dalam bentuk sediaan tablet 400 mg dan suspensi 200 mg/5 ml. Diberikan dengan dosis 400 mg peroral selama 3 hari berturut-turut untuk dewasa dan anak-anak usia di atas 2 tahun. Untuk anak-anak usia di bawah 2 tahun diberikan 200 mg/hari selama 3 hari. 20
         Efek samping yang ditimbulkan antara lain nyeri ulu hati, diare, sakit kepala, mual, lemah, insomnia, dan dizzines. Albendazol tidak dianjurkan untuk wanita hamil, penderita serosis dan hipersensitif. 23

3. Ivermektin
         Merupakan antelmintik yang menyebabkan larva mati dalam keadaan paralisis, bekerja dengan cara memperkuat peranan GABA pada proses saraf tepi. Memiliki margin of safety yang lebar dan toksisitas yang rendah. 23
         Dosis yang digunakan untuk dewasa dan anak-anak usia lebih dari 5 tahun adalah 200 mcg/kgBB peroral satu kali pemberian, sedangkan untuk anak-anak usia di bawah 5 tahun diberikan dengan dosis 150 mcg/kgBB peroral satu kali pemberian. 20
         Efek samping yang ditimbulkan umumnya ringan, sebentar dan dapat ditolerir. Biasanya berupa demam, pruritus, sakit kepala, nyeri di kelenjar limfe, sakit otot dan sakit sendi. 23
         Obat ini tidak dianjurkan untuk wanita hamil, dan jangan diberikan bersama-sama dengan barbiturat, benzodiazepin, dan asam valproat. 23

b.      Pengobatan Topikal
1.      Tiabendazol topikal 10-15%
   Diaplikasikan 4 kali sehari selama 1 minggu. Obat ini perlu diaplikasikan di sepanjang lesi dan pada kulit normal di sekitar lesi. 2
2.      Solusio tiobendazol 2% dalam DMSO (dimetil sulfoksida) 2

3.      Tiabendazol topikal ditambah kortikosteroid topikal
      Digunakan secara oklusi dalam 24-48 jam. 2
4.   Dry ice (CO­2 snow)
      Dilakukan dengan penekanan selama 45 detik sampai 1 menit, dilakukan selama dua hari berturut-turut. 2
5.   Etil klorida
      Terapi ini efektif apabila epidermis terkelupas  bersama parasit. Seluruh  terowongan harus dibekukan karena parasit diperkirakan berada dalam terowongan. Cara ini bersifat traumatik dan hasilnya kurang dapat dipercaya karena lokasi tempat larva berada sulit ditentukan.2,24




2.10 Prognosis
         Prognosis baik karena bersifat self limiting disease. Manusia merupakan hospes terakhir sampai larva tersebut akhirnya mati. Lesi  akan sembuh dalam 4-8 minggu, dan jarang sekali dapat berlangsung selama 1 tahun.20


DAFTAR PUSTAKA
1.   Turtington CA.Cutaneous larva migrans ; http://www.healthline.com [diakses 31 mei 2008]
2.   Aisah S. Creeping eruption. Dalam : Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan   Kelamin, edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002. 125-6.
3. Albanes G, Venturi C, Galbiati G. Treatment of Larva Migrans Cuanea (Creeping eruption): a Comparison between Albendazole and Traditional Therapy. International Jornal of Dermatology. 2001. 67-71.
4. Yamaguci T. Helminthes. Dalam : Handojo M, Anugerah P, editor. Atlas  berwarna parasitologi klinik. Jakarta : EGC, 1994.180.
5.   Garcia LS, Bruckner DA.Cutaneous larva migrans. Dalam : Padmasutra L, editor.  Diagnostik parasitologi kedokteran. Jakarta  : EGC, 1996. 170-1.
6.   Margono SS, Abidin SAN. Ancylostoma braziliense dan ancylostoma caninum. Dalam Gandahusada S, Illahude HHD, Pribadi W, editor. Parasitologi kedokteran, edisi 3. Jakarta : Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003.15-6.
7. Maskur Z. Ruam menjalar. Dalam : Harahap M, editor. Ilmu penyakit kulit. Jakarta : Hipokrates, 2000. 106-7.
8. Weller PF. Larva migrans cutaneous. Dalam : Asdie AH, editor. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam volume 2, edisi 13. Jakarta : EGC, 1999.1036.
9.   Johnson MT. The Major Human Parasitic Nematodes ; http://web.indstad.edu/parasitologi/NEMAT.HTM [diakses 4 Juni 2008]
10. Veien NK, Nielsen M. Atlas of Dermatology ; http://www.danderm-pdv.is [diakses 30 mei 2008].
11. Fajarqimi. Cutaneous Larva Migrans ; http://fajarqimi.com [diakses 4 Juni 2008].
12. Handoko RP. Skabies. Dalam : Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan   Kelamin, edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002. 122-5.
13. Adams K. Scabies Infestasion ; http://whatsthatbug.com/scabies.html [diakses 4 Juni 2008].
14. Budimulja U. Mikosis. Dalam : Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan   Kelamin, edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002. 89-105.
15. William G. Hygiene Virus, Bacteria and Paracites ; http://scientificpsychic.com [diakses 4 Juni 2008]
16. Maskur Z. Gigitan dan Sengatan Serangga.. Dalam : Harahap M, editor. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates, 2000. 113-5.
17. Raigosabe. Insect Bite Reaction ; http://www.dermatlas.med.com [diakses 4 Juni 2008]
18. Handoko RP. Herpes Zoster. Dalam Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan   Kelamin, edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002. 110-2.
19. Sampurna R. Herpes Zoster ; http://www.histopathology.india.net-herpeszoster.htm [diakses 4 Juni 2008]
20. Juzych LA. Cutaneous larva migrans ; http://www.emedicine.com [diakses 30 mei 2008]
21. Talmaciu I. Loeffler Syndrome; http://www.emedicine.com [diakses 30 mei 2008]
22. Holton K, Pepper D. Prevention of Zoonotic Transmission of Ascaris and   Hookworms of Dogs and Cats; http://www.cdc.gov [diakses 30 mei 2008]
23.Sukarban S, Santoso SO. Antelmintik. Dalam Ganiswarna SG, editor. Farmakologi dan Terapi, edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003. 523-536.
24. Paller AS, Mancini AJ. Cutaneous larva migrans. Hurwitz clinical pediatric dermatologi, edisi 3. Chicago : Elsevier, 2006.496-497
READ MORE - Creeping eruption, cutaneous larva migrans, cacing di kulit

PENDAHULUAN


            Karies gigi merupakan suatu penyakit/ kerusakan jaringan keras gigi yang berhubungan dengan adanya aktifitas jasad renik dalam karbohidrat dalam rongga mulut. Kerusakan  jaringan gigi ini dimulai dengan adanya demineralisasi jaringan gigi yang kemudian diikuti dengan kerusakan bahan organik gigi. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan berlanjut dengan peradangan pulpa, kematian pulpa serta penyebaran  infeksinya pada jaringan periapikal. Namun pada stadium dini, penyakit ini dapat dihentikan, dan kerusakan yang telah terjadi dapat direstorasi dengan baik.

MACAM- MACAM  GIGI

Berdasarkan masa pertumbuhannya, gigi dapat dibagi atas  gigi susu/ gigi decidui/ gigi sulung, yaitu gigi yang tumbuh pada masa kanak- kanak, serta gigi dewasa/ gigi permanent yang tumbuh mulai usia 6 tahun.
Seperti diketahui, gigi susu berjumlah 20 buah, sedang gigi dewasa berjumlah 32 buah







 










                Lengkung gigi susu                                              lengkung gigi permanent

 Berdasarkan bentuk dan fungsinya, gigi sulung pada setiap kwadran dibagi atas: gigi Seri pertama/ sentral, gigi Seri kedua/ lateral yang berfungsi untuk memotong makanan, gigi Taring/ kaninus yang berfungsi untuk mengoyak makanan, serta 2 buah gigi Geraham yang berfungsi umtuk menggiling dan menghaluskan makanan.

Gigi Dewasa dibagi atas : Gigi Seri pertama/ sentral. Gigi Seri kedua/ lateral, gigi taring/ kaninus, 2 buah geraham kecil/ Premolar serta 3 buah geraham Besar/ Molar.


Jenis dan macam gigi manusia


ANATOMI GIGI

Secara Anatomis, Gigi terdiri dari beberapa bagian, yaitu : lapisan Email / enamel, yaitu jaringan gigi yang paling keras, yamg berfungsi melindungi jaringan- jaringan dibawahnya. Lapisan berikut yaitu dentin, berwarna lebih kuning, mengandung ujung- ujung syaraf, sehingga bila tidak terlindung oleh email akan terasa ngilu bila terkena rangsang, baik rangsang fisis seperti panas atau dingin maupun rangsang mekanis. Juga terdapat lapisan sementum yang melindungi akar gigi dan biasanya tertanam dalam tulang dan ditutup oleh gusi. Lapisan ini juga sensitive, sehingga bila terbuka akan menimbulkan rasa ngilu.
Ketiga lapisan ini melindungi ruang pulpa yang berisi pembuluh darah, syaraf dan jaringan- jaringan lainnya dari iritasi.
Gambar :


Anatomi gigi manusia


TERJADINYA KARIES.

            Karies dapat terjadi bila terdapat 4 faktor, yaitu :

1.      adanya Gigi sebagai Host
2.      Karbohidrat dalam makanan sebagai Substrat
3.      Adanya mikroorganisme
4.      Waktu

Secara singkat proses terjadinya karies dapat digambarkan  sbb;   Secara normal, email pada permukaan gigi ditutupi oleh jaringan organic yang disebut pellikel. Pelikel ini terdiri dari glikoprotein yang diendapkan oleh saliva. Sifatnya sangatlengket  dan mampu melekatkan bakteri- bakteeri tertentu pada peermukaan gigi, teritama streptokokus dan lactobacillus. Organisme tersebut akan tumbuh dan berkembang biak serta mengeluarkan gel yang lenket dan akan menjerat berbagai bakteri yang lain.
           Dalam beberapa hari, plak ini akan bertambah tebal dan terdiri dari berbagai macam mikroorganisme. Dengan adanya karbohidrat yang tertinggal didalam mulut, seperti sukrosa dan glukosa akan terjadi peragian oleh bakteri.yang terdapat didalam plak. Peragian ini akan membentuk asam yang akan menurunkan PH plak.
Penurunan PH yang berulang- ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan email, dan proses kariespun dimulai.
            Tidak semua karbohidrat mempunyai derajat kariogenik yang sama. Karbohidrat yang kompleks, misalnya Pati, tidak berbahaya, karena tidak dicerna secara sempurna dalam mulut. Sedang karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula, akansegera meresap kedalam plak.
Penurunan PH lebih besar terjadi pada individu dengan karies aktif daripada individu yang bebas karies Tingkat kariogenik tertinggi ada pada Sukrosa, sehingga Sukrosa dianggap sebagai penyebab karies yang utama.

KERENTANAN GIGI

Kerentanan gigi masing- masing individu terhadap karies berbeda- beda. Beberapa factor yang mempengaruhi kerentanan gigi seseorang terhadap karies antara lain :
I.                   MORFOLOGI GIGI.
Seperti telah dibahas sebelumnya, awal pembentukan karies dimulai dengan adanya plak  yang mengandung bakteri. Plak terbentuk karena adanya sisa mekanan yang melekat pada gigi, sehingga bentuk permukaan gigi sangat mempengaruhi perlekatan sisa makanan  Berdasarkan bentuk permukaan gigi, bagian- bagian gigi yang rentan terhadap karies adalah sbb:
1.Pit dan Fissure pada permukaan oklusal gigi molar dan
   premolar
2. Pit Bukal Molar dan Pit Palatal Insisivus
3.Permukaan halus didaerah proksimal, sedikir dibawah titik
   kontak
4.Email pada leher gigi, sedikit diatas tepi gingival
5.Permukaan akar yang terbuka
                6.Tepi tumpatan dan permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi
    tiruan.

II.                KONDISI RONGGA MULUT/ LINGKUNGAN SEKITAR GIGI
Kerentanan gigi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan disekitarnya, terutama Saliva, karena dalam keadaan normal, gigi selalu dibasahi oleh saliva. Saliva mempunyai kemampuan remineralisasi karies yang masih dini, karena Saliva mengandung banyak ion kalsium dan Fosfat.
            Kemampuan remineralisasi Saliva akan meningkat jika ada ion Fluor. Selain itu, saliva juga mempengaruhi komposisi mikroorganisme dalam plak, dan mempengaruhi PH, sehingga bila saliva berkurang atau hilang, karies akan meningkat.

            Selain dipengaruhi oleh saliva kerentanan terhadap karies juga dipengaruhi oleh susunan gigi geligi dalam  mulut. Susunan Gigi yang tidak beraturan dan berjejal, memudahkan terselipnya sisa makan, dan menyulitkan pembersihannya. Akibatnya mudah terjadi karies gigi.

 KLASIFIKASI/ PENGGOLONGAN KARIES.

BERDASARKAN DAERAH ANATOMIS TEMPAT KARIES TIMBUL:
1.      Karies Pit dan Fissure
2.      Karies Aproksimal
3.      Karies  Servikal/ karies pada leher gigi
4.      Karies Akar
5.      Karies pada tepi tumpatan / sekunder karies./ recurrent caries


BERDASARKAN GIGI YANG TERKENA:

1.      KARIES RINGAN : bila karies hanya terjadi pada daerah yang memang sangat rentan terhadap karies, misalnya pada permukaan oklusak gigi Molar.
2.      KARIES SEDANG/ MODERAT: bila karies mengenai permukaan oklusal dan proksimal gigi posterior
3.      KARIES PARAH:  Bila karies mengenai gigi- gigi yang biasanya bebas karies. Misalnya: karies yang mengenai gigi anterior


BERDASARKAN KEPARAHAN/ KECEPATAN BERKEMBANGNYA KARIES:

1.      KARIES RAMPANT:
Disebut karies rampant bila karies mengenai beberapa gigi yang terjadi sangat cepat, dan meliputi permukaan gigi yang biasanya bebas karies. Keadaan ini terutama terjadi pada balita yang selalu menghisap dot/ susu botol yang mengandung gula. Juga dijumpai pada remaja yang sering makan kudapan kariogenik dan minuman manis diantara waktu makannya. Keadaan lain adalahpada nulut denganXerostomia ( mulut kering) dan saliva berkurang akibat radiasi atau penyakit- penyakit sistemik.

2.      KARIES TERHENTI:
Yaitu  lesi karies yang berhenti berkembang.
Hal ini dapat terjadi bila lingkungan oral mengalami perubahan, tidak lagi memungkinkan untuk terjadinya karies. Lesi pada karies yang terhenti warnanya tampak lebih gelap, dan terkadang agak menghitam. Konsistensinya dapat lebih lunak dan kenyal, atau bahkan lebih keras dari gigi normal.

BERDASARKAN KEDALAMAN KARIES:

1.      KARIES AWAL: pada tahap ini, baru terjadi demineralisasi, sehingga belum ditemukan lubang karies. Pada tahap ini, bila keadaan mendukung, karies dapat terhenti dan masih memungkinkan terjadinya remineralisasi.

2.      KARIES EMAIL/ KARIES DANGKAL/KARIES SUPERFISIALIS adalah karies yang hanya mengenai jaringan email saja.

3.      KARIES DENTIN/ KARIES MEDIA: yaitu bila kerusakan telah mencapai dentin, namun belum melebihi setengan ketebalan dentin/ belum mendekati pulpa.

4.      KARIES PROFUNDA/ KARIES DALAM: disini kerusakan telah mendekati atap pulpa namun atap pulpa belum tebuka.

5.      KARIES PROFUNDA TERKOMPLIKASI/ COMPLICATED PROFUNDA CARIES: yaitu bila atap pulpa telah terbuka oleh karies.


                            


PROSEDUR DIAGNOSA KARIES GIGI:

Untuk menetapkan diagnosa pada karies gigi, maka perlu dilakukan beberapa prosedur, yaitu:

1.      ANAMNESA PASIEN.
                  Anamnesa dilakukan untuk mengetahui latar belakang atau perjalanan karies. Dari anamnesa, harus digali sebanyak mungkin informasi mengenai keluhan- keluhan yang dirasakan pasien baik yang dirasakan saat ini ataupun dimasa lampau sehubungan dengan kariesnya, seperti adakah rasa ngilu, sakit ataupun perasaan tidak nyaman pada gigi tersebut, bilamana keluhan- keluhan itu timbul, dan bagaimana reaksi gigi terhadap rangsang dingin dll.
2.      PEMERIKSAAN FISIK:
                      Pemeriksaan fisik dilakukan dengan alat- alat diagnostik untuk
            mengetahui adanya perubahan pada gigi, baik berupa bercak atau
            lubang, kedalaman karies, besar lubang karies, kegoyangan gigi
            maupun warna gigi.

3.  PEMERIKSAAN VITALITAS GIGI
      Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui vitalitas gigi, sehingga dapat ditetapkan diagnosa dan rencana perawatannya. Pemeriksaan vitalitas gigi dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun dalam makalah ini hanya dibahas pemeriksaan vitalitas gigi yang umum digunakan, terutama pada klinik- klinik pelayanan pemerintah.

a.       Pemeriksaan Termal
                  Merupakan pemeriksaan yang mudah dan murah, dan paling sering digunakan oleh dokter gigi di Indonesia. Disini digunakan rngsang dingin atau panas. Gigi vital akan memberi reaksi positif pada pemeriksaan termal, terutama pada rangsang dingin, sedang gigi nonvital tidak akan bereaksi terhadap rangsang dingin. Test Termal rangsang dingin biasanya menggunakan Chlorethyl yang disemprotkan pada cotton pellet, dan diletakkan pada dasar karies yang telah dibersihkan ataupada permukaangigi yang paling sensitif seperti pada leher gigi. Sedang test termal panas dapat menggunakan gutta-percha point yang dipanaskan.

b.      Pemeriksaan dengan Pulp vitalitester/ pulp tester/ Electro Pulp Tester.
Prinsip kerja alat ini menggunakan arus listrik lemah dengan kekuatan arus listrik yang dapat diatur.
                   Cara penggunaan : dengan meletakkan ujung alat pada
                   permukaan gigi yang telah dikeringkan, kemudian arus listrik  
      dinaikkan perlahan- lahan sampai gigi  memberikan reaksi .

4.      PEMERIKSAAN JARINGAN SEKITAR GIGI
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui keadaan jaringan sekitar gigi,apakah ada peradangan ataupun kelainan- kelainan pada jaringan disekitar gigi.
Pemeriksaan ini meliputi :

-                           Pemeriksaan Ketuk/ Perkusi: yaitu dengan mengetuk gigi dengan ujung instrumen diagnostik.
Reaksi positif pada pemeriksaan ini menandakan adanya kelainan pada jaringan periodontal ataupun periapikal.
Perkusi dapat dilakukan secara vertical, untuk mengetahui adanya peradangan periapikal atau dilakukan perkusi Horizontal untuk mengetahui adanya peradangan periodontal.

-                           Pemeriksaan Palpasi/ Perabaan. Yaitu dengan melakukan perabaan/ penekanan pada jaringan lunak disekitar gigi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi adanya kelainan pada jaringan disekitar gigi, seperti pembengkakan dll.


6.      PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Pemeriksaan ini dilakukan bila diperlukan informasi lebih lanjut, untuk memperkuat penetapan diagnosa dan rencana perawatan. Disini yang umum digunakan adalah Rontgent foto. Dengan Rontgent foto, akan tampak kelainan disekitar gigi dan tulang rahang yang tidak tampak pada pemeriksaan fisik.


PENETAPAN DIAGNOSA

            Setelah seluruh Prosedur diagnosa dilakukan, dapat diambil kesimpulan dan Penetapan Diagnosa, untuk menentukan rencana perawatan gigi tersebut. Penetapan diagnosa dapat ;

1.      KARIES DINI / KARIES AWAL
Merupakan awal  terjadinya Karies, dimana karies masih berupa demineralisasi berbentuk bercak putih atau berwarna gelap. atau berupa karies Email. Pada tingkat karies awal, pasien belum merasakan keluhan baik terhadap rangsang panas, dingin maupun perkusi.
2.      HIPERSENSITIF DENTIN
Umumnya kedalaman karies telah mencapai Dentin, atau karies yang terjadi pada leher gigi yang telah mengenai cementum/ akar gigi. Pada anamnesa, pasien sudah merasakan reaksi terhadap rangsang dingin, panas, asam, manis ataupun rangsang mekanis.

3.      PULPITIS REVERSIBEL
Pada gigi dengan Pulpitis reversible, pasien merasakan sakit menyengat bila gigi terkena rangsang terutama rangsang termal, tetapi disini belum terjadi rasa sakit spontan ( tanpa terkena rangsang). Kedalaman karies biasanya telah mencapai dentin, bahkan mungkin sudah mendekati atap pulpa, namun atap pulpa belum terbuka.Pada pemeriksaan klinis, dengan test klorethyl  pasien merasakan rasa sakit yang menyengat, namun segera hilang setelah rangsang diangkat. Test perkusi negatif.

4.      PULPITIS IREVERSIBEL dapat akut atau kronis

=. PULPITIS IRREVERSIBEL AKUT
Disini pasien datang dalam kondisi sakit. Pada anamnesa, ada rasa sakit kuat, mendenyut dan menjalar sampai kepala. Biasanya pasien tidak dapat menunjukkan dengan tepat gigi yang sakit, bahkan terkadang pasien hanya bisa menunjukkan regio mana yang sakit. Rasa sakit terjadi spontan tanpa rangsang apapun, dan sering rasa sakit justru timbul malam hari atau saat tidur. Rasa sakit semakin meningkat saat pasien berbaring. Hal ini disebabkan adanya peningkatan tekanan pada pembuluh darah dalam ruang pulpa, sehingga menekan syaraf- syaraf  disekitarnya.
Pada Pemeriksaan klinis, ditemukan karies yang dalam, dimana sering terjadi atap pulpa sudah terbuka.
            Pulpitis akut dapat juga ditemukan pada gigi tanpa karies. Hal ini terjadi karena adanya peradangan pulpa yang disebabkan rangsang baik fisik maupun chemis yang berlebihan.
            Terhadap perkusi, gigi dapat memberikan reaksi positif maupun negatif, tergantung pada tingkat peradangan pulpa. Bila peradangan pulpa telah mencapai apical gigi, peradangan akan menyebar kedaerah sekitarnya, sehingga perkusi akan memberikan reaksi positif.

=. PULPITIS IRREVERSIBEL KRONIS:
Seperti halnya Pulpitis irreversible akut, disini rasa sakit timbul spontan. Tetapi intensitas tidak sekuat pulpitis irreversible akut, dan pasien datang tidak dalam kondisi sakit. Pada pemeriksaan vitalitas, gigi masih menunjukkan reaksi positif, sedang pada perkusi memberikan reaksi negatif. Secara klinis, karies  telah mencapai dentin, baik dengan atau tanpa terbukanya atap pulpa. Berbeda dengan hipersensitif Dentin, bila dilakukan test dengan kloretil, rasa sakit menetap agak lam walaupun rangsang telah diangkat.

5.      GANGRAEN PULPA DAN GANGRAEN RADIKS
Pada tahap ini, gigi telah mengalami kematian pulpa (nonvital). Pada pemeriksaan vitalitas, gigi memberi reaksi negatif, Pada gigi nonvital, warna gigi lebih gelap dan gigi akan menjadi lebih rapuh, sehingga sering terjadi mahkota gigi akan patah sehingga yang tinggal adalah akar gigi.keadaan ini disebut Gangraen Radiks atau sisa akar.
Gigi gangraen yang tidak dirawat ataupun tidak dicabut, dapat mengalami infeksi sehingga menimbulkan rasa sakit, dimana pada perkusi akan memberi reaksi positif, gigi terasa memanjang dan terasa sakit bila digunakan untuk mengunyah. Keadaan ini disebut PERIODONTITS APIKALIS, yaitu terjadinya peradangan pada jaringan periodontal disekitar akar gigi. Pada tahap selanjutnya, Periodontitis apikalis dapat menjadi ABSES

PENATALAKSANAAN KARIES GIGI

            Sebagaimana prinsip ilmu Kedokteran Gigi untuk mempertahankan gigi selama mungkin didalam mulut, maka bila masih memungkinkan, gigi karies akan dirawat dan ditambal, sehingga dapat mengembalikan fungsi gigi semaksimal mungkin, baik fungsi pengunyahan maupun estetiknya . Namun rencana perawatan sangat dipengaruhi oleh kondisi gigi, terutama sisa mahkota yang masih ada.
                                  

1.      KARIES DINI.
Pada karies dini, perlu dilihat kondisi kariesnya. Bila pada karies masih memungkinkan terjadinya remineralisasi, misalnya pada karies yang masih berupa bercak, maka diusahakan memperbaiki kondisi mulut agar merangsang erjadinya remineralisasi. Pada karies yang telah berupa lubang, dan tidak memungkinkan remineralisasi, maka pada gigi tersebut dapat dilakukan penambalan langsung.

2.      HYPERSENSITIF DENTIN
Pada Hipersensitif dentin, pada gigi telah terbentuk lubang, namun keadaan pulpa masih sehat. Pada keadaan ini masih dapat dilakukan penambalan langsung.

3.      PULPITIS REVERSIBEL
Disini pulpa telah mengalami peradangan ringan, sehingga sebelum dilakukan  penambalan pulpa harus dipulihkan terlebih dahulu. Untuk itu dilakukan Pilp Capping, dimana kavitas ditutup sementara dulu dengan bahan- bahan yang dapat menetralisir peradangan pulpa dan merangsang pembentukan sekunder dentin seperti CaOH, ZOE dlsb. Bahan- bahan ini dibiarkan didalm kavitas untuk beberapa waktu, baru setelah itu dilakukan penambalan tetap.

4.      PULPITIS IRREVERSIBEL AKUT
Pada kondisi ini pasien sedang mengalami rasa sakit yang hebat, karena itu perlu dilakukan eliminasi / mengurangi rasa sakit terlebuh dahulu. Ada bermacam- macam bahan yang apat digunakan untuk keperluan ini, misalnya Anestesi pulpa, Eugenol dll. Setelah kondisi akut dilewati, baru dilakukan perawatan endodontik/ perawatan syaraf. Perawatan ini dilakukan dengan membuka atap pulpa,, membuang jaringan pulpa, sterilisasi serta pengisian seluruh rongga pulpa dan saluran akar, selanjutnya  dilakukan penambalan.

5.      PULPITIS IRREVERSIBEL KRONIS
Karena pada kondisi ini gigi tidak dalam keadaan akut, maka pada gigi tersebut dapat langsung dilakukan perawatan Endodontik.


6.      GIGI GANGRAEN/ GANGRAEN PULPA
Seperti  pada gigi dengan Pulpitis irreversible dimana kelainan telah mencapai jarinngan pulpa,bahkan disini gigi telah mengalami kematian pilpa, maka bila gigi ini akan dipertahankan, harus dilakukan perawatan endodontik terlebih dulu. Selanjutnya dengan mempertimbangkan sisa mehkota gigi yang tersisa dan kekuatan akar, dapat dipertimbangkan restorasi yang sesuai, apakah  cukup denganpenambalan biasa, atau perlu restorasi lain seperti  Jacket, Crown dll.

7.      GANGRAEN RADIKS/ SISA AKAR
Biasanya pada gangraen radiks sisa mahkota sudah sangat lemah bahkan mungkin sudah tidak ada mahkota lagi, maka  gangraen radiks lebih dianjurkan untuk dicabut. Namun bila pencabutan tidak dapat dilakukan misalnya karena kondisi pasien yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pencabutan, maka dilakukan perawatan Endodontik pada gangraen radiks tsb.

PENCEGAHAN KARIES GIGI
            Telah dibahas pada awal makalah ini , ada 4 faktor yang berperan pada pembentukan karies. Karena itu, untuk mencegah terjadinya karies maka faktor- faktor tersebut harus dieliminasi semaksimal mungkin.
1.      HOST/ GIGI:
Yang berperan dalam pembentukan karies adalah lekuk- lekuk ( pit Dan Fissure) pada permukaan kunyah/ oklusal gigi. Sering ditemukan adanya pit dan fissure yang dalam, sehingga memudahkan perlekatan sisa makanan dan sulit dalam pembersihannya. Karena itu, untuk mencegah terjadinya karies, pada pit dan fissure yang dalam tersebut dilakukan pit dan fissure sealing, yaitu melapisi pit dan fissure tersebut dengan bahan khusus.
Faktor lain dari gigi yang memudahkan penumpukan sisa makanan adalah letak gigi yang bertumpuk/ tidak teratur. Keadaan ini dapat diperbaiki denganperawatan Orthodontik ( Meratakan Gigi)

2.      WAKTU : untuk mengurangi waktu kontak sisa makanan didalam mulut,dapat dilakukan dengan  pembersihan mulut sesegera mungkin setelah makan, dan terutam sebelum tidur. Bila penyikatan gigi tidak dapat segera dilakukan,usahakan agar setelah makan segera kumur- kumur.

3.      PENGUNAAN FLUOR
Keberadaan Fluor dalam konsentrasi optimum pada jaringan gigi dan lingkungannya akan merangsang efekanti karies dalam beberapa cara.

-          EFEK PRA ERUPSI : Jika pada periode pembentukan gigi  cukup fluor,  maka emeil yang terbentuk akan lebih resisten terhadap serangan asam, karena kandungan karbonat yang lebih rendah akan mengurangi kelarutan terhadap asam.
-          EFEK PASKA ERUPSI GIGI: Aktifitas fluor paska erupsi penting, karena kehadirannya membantu menghambat deminerasi jaringan gigi disamping efek remineralisasi yang akan merangsang perbaikan atau penghentian karies awal .
-          EFEK PADA KUMAN PLAK DAN METABOLISMENYA : tergantung dari konsentrasi dan Phnya, fluor dapatmenimbulkan efek anti bakteri dan anti enzim. Pada aplikasi topical, fluor dengan konsentrasi < 1% F ternyata menimbulkan efek toksis bagi Streptococcus mutans. Sedang  ion fluor dalam konsentrasi rendah dalam plak dapat menurunkan efek kariogenik dengan jalan menghambat enzim yang berperan dalam pembentukan asam dengan penurunan  PH yang diakibatkannya. Agar efektif. Fluor harus dlam bentuk ion.

-          EFEK PADA ENDAPAN PLAK:  diperkirakan Fluor dapat menghambat penyerapan protein saliva pada permukaan email sehingga memperlambat pembentukan pelikel dan plak.

4.      KONTROL  RUTIN KE DOKTER GIGI


KESIMPULAN
            Ada 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya karies gigi, yaitu factor gigi sebagai Host, yaitu kondisi gigi yang memudahkan perlekatan sisa mekanan, antara lain bentuk permukaan gigi maupun susunan gigi yang berjejal. Faktor lain yaitu adanya mikro organisme terutama adanya streptococcus mutans, Adanya Karbohidrat serta waktu, atau lama kontak.
Karies gigi dapat dicegah dengan meminimalisir peran masing-masng factor, misalnya dengan fissure sealing, perawatan orthodontik pada gigi, memperbaiki pola makan dan pembersihan gigi. Selain itu dengan penambahan Fluor.
Penatalaksanaan karies gigi ditentukan oleh derajat keparahan gigi, serta keluhan yang menyertainya, dimana gigi dapat direstorasi langsung, atau dilakukan perawatan Endodontik terlebih dahulu. Alternatif lain adalah pencabutan pada gigi tersebut,namun ini adalah pilihan terakhir bila gigi tersebut tidak dapat dipertahankan lagi.
Dengan perawatan dan perhatian pada gigi, gigi dapat dipertahankan selama mungkin dalam mulut untuk menunjang fungsi pengunyahan maupun estetiknya


KEPUSTAKAAN:

1.      Loesche WJ. Dental Infection. In Gorbach SL, Bartlett JC, Blacklow NR, 2nd ed Philadelphia: Saunders, 1998: 499-508.
2.      NC TigueDJ. Diagnosis and management of dental injuries. Pediatr Clin Nort Am 2000, 47; 1067-84
3.      Netter FH, Lolacino, Atlas of Human Anatomy. Summit. NJ : 1989 :51






READ MORE - Karies Lubang Gigi, Caries Dentist